Akhir-akhir ini mulai merebak isu (sekali lagi isu) bahwa penggunaan USG (UltraSonoGraphy) yang terlalu sering pada Ibu Hamil berpotensi meningkatkan resiko kejadian autis pada anak yang akan dilahirkan. Belum ada memang riset yang membuktikannya, namun trend ke depan penggunaan USG akan lebih selektif. Demikian antara lain poin yang disampai-kan oleh Dr. Unggul Yudatmo, DSOG dalam kesempatan acara bimbingan teknis kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Cikampek, Rabu 2 April 2014 lalu.
"Saya baru pulang dari Palembang mengikuti simposium Obsgin, dan ternyata ke depan trend-nya adalah back to basic", tegas Dr. Unggul di hadapan puluhan Bidan Puskesmas Cikampek. Dalam konteks back to basic ini, lanjut Dr. Unggul, pemeriksaan kehamilan akan lebih mengutamakan sensitivitas tangan maupun telinga pemeriksa, bukan USG. Teknologi USG tidak akan ditinggalkan, tetapi tidak akan diutamakan.
Baca juga: USG dalam Kehamilan Kian Dipertanyakan Keamanannya
Kaitan dengan kejadian Autis, meski belum ada bukti ilmiah yang menghubungkannya dengan penggunaan USG yang terlalu sering, tidak ada salahnya untuk diwaspadai. Prinsipnya, apapun yang berlebihan, itu kurang baik. Bahkan dalam urusan beragama sekalipun, Tuhan tidak menghendaki para hamba-Nya berlebih-lebihan. Hubungannya dengan USG, berapa kali yang dikategorikan berlebihan? Sepuluh kali? Dua puluh kali?
Belum ada referensi yang langsung menyebut jumlah. Tapi batasan berlebihan itu bisa kita pahami dari kadar atau tingkat kewajaran umum, dikaitkan dengan standar rutin pemeriksaan kehamilan reguler. Seperti yang dipahami bersama, periode kehamilan dibagi dalam tiga fase, yang masing-masing fase berlangsung kurang lebih 3 bulan. Fase pertama, atau 3 bulan pertama, disebut juga trimester pertama; fase kedua atau 3 bulan kedua disebut juga trimester kedua, dan fase ketiga atau 3 bulan terakhir disebut juga trimester ketiga. Jadi ada tiga trimester dalam satu periode kehamilan yang 9 bulan itu. Selama ini anjuran untuk USG pada Ibu Hamil (Bumil) disarankan cukup dilakukan sebanyak 3 kali selama periode kehamilan, yakni sekali pada tiap trimester.
USG pada trimester pertama dilakukan untuk memastikan apakah kehamilan tersebut merupakan kehamilan sesungguhnya atau bukan. Sebab, bisa saja tes urin menunjukkan hasil positif meskipun bukan kehamilan sesungguhnya, karena tes urin positif bisa terjadi pula pada kehamilan anggur alias mola hidatidosa (MH), atau kehamilan dengan ovum yang kosong alias blighted ovum (BO).
USG kedua dilakukan pada trimester kedua, untuk mengecek lebih awal ada tidaknya tanda-tanda kecatatan pada janin, misalnya anencephali (janin tidak memiliki tulang tengkorak). Diasumsikan bahwa jika kelainan itu diketahui lebih awal, maka ada waktu buat ibu, suami dan atau keluarga untuk membuat keputusan apakah kehamilan tersebut akan tetap dilanjutkan atau tidak. Pada trimester kedua ini juga USG sudah bisa digunakan untuk memprediksi jenis kelamin janin.
USG ketiga, pada trimester ketiga, umumnya dilakukan untuk memastikan letak janin, posisi kepala janin, apakah sudah masuk panggul atau belum, dan lain sebagainya. Pemeriksaan USG pada trimester ketiga ini juga dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan cara persalinan, apakah spontan, atau perlu tindakan cesar misalnya.
Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa batas kewajaran umum untuk jumlah pemeriksaan USG bagi seorang Bumil adalah 3 kali selama kehamilan. Jadi tidak ada dasar medik untuk melakukan USG tiap bulan selama kehamilan, apalagi tiap minggu. Di samping boros, ya itu tadi, jangan sampai paparan USG yang berlebih itu berdampak buruk buat janin, katakanlah autis misalnya, sebagaimana yang dikhawatirkan di atas, meskipun sekali lagi belum ada fakta ilmiah yang bisa dipakai sebagai sandaran untuk membuktikan isu tersebut.
Dalam kaitan membangun kehati-hatian akan dugaan dampak buruk USG pada janin, ada baiknya kita menyimak dialog singkat pasangan suami istri yang sama-sama polos berikut ini. Suatu ketika, istri bertanya pada sang suami: "Mas, perlu ga kita periksa ke dokter untuk memastikan telat haid yang kualami ini benar-benar hamil?"
"Ga perlu, tunggu aja kalo perutnya makin gede berarti hamil", jawab sang suami.
"Ntar kalo untuk mastiin bayinya sehat gimana, perlu USG ga?" tanya sang istri lagi.
"Ga usah. Kepastiannya kita tunggu aja setelah lahir. Termasuk kepastian jenis kelaminnya lebih baik setelah lahir aja", jawab suami singkat sambil menyeruput kopi itam kegemarannya.
Jika dipertimbangkan matang-matang, sebenarnya USG selama kehamilan bukan kebutuhan primer. Apalagi, keterangan dari sumber-sumber terpercaya, juga dukungan fakta empiris, tidak ada USG yang memiliki tingkat akurasi 100% hingga saat ini. Tingkat akurasi USG paling tinggi 80%. Itu pun kalau operatornya benar-benar ahli.
Sebagai catatan akhir, USG selama kehamilan mungkin tidak akan sampai diharamkan. (Serem-serem amat sih). Tapi yang jelas, jangan lakukan USG atas dasar keinginan. Lakukan atas dasar kebutuhan. Atau lakukan atas dasar indikasi medik yang jelas. Wallahua'lam.
Posting Komentar untuk "Sering USG Saat Hamil, Berpotensi Lahirkan Anak Autis?"